Archive for the ‘Psikologi’ Category

Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 215 juta jiwa (BPS, 2010) tergolong negara sedang berkembang dengan peringkat Human Development Index ke-111 dari 172 negara (UNDP, 2010). Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS, 2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33%), turun 1,15 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15%). Namun angka kemiskinan tersebut hanya merupakan jumlah penduduk miskin yang tergolong miskin absolut diukur dari pendapatan yang ditetapkan sebagai standar minim (Kompas.com,2011). Artinya, angka tersebut tidak menggambarkan kemiskinan dari berbagai dimensi lainnya seperti kualitas standar hidup, kesehatan, dan lainnya. Belum lagi jumlah tersebut akan semakin besar bila menghitung jumlah penduduk tidak miskin yang memiliki kerentanan terhadap kemiskinan. Hal ini tentunya menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Indonesia menghadapi dampak yang muncul sebagai implikasi dari kemiskinan tersebut.

Kemiskinan atau status sosio-ekonomik (SES) rendah di Indonesia merupakan faktor resiko yang memiliki dampak cenderung berkepanjangan dan kompleks. Dampak kemiskinan yang berkepanjangan ditunjukkan dengan situasi-situasi sulit yang secara kontinu dihadapi oleh individu, dimana kompleksitas dampak kemiskinan tersebut akan semakin menyebar ke berbagai dimensi. Kemiskinan memiliki resiko bagi perkembangan fisik, sosioemosional dan kognitif yang sehat dalam sebuah keluarga (Evans, 2004).

Ketika kemiskinan menyebabkan kericuhan dalam sebuah keluarga maka kecenderungan perkembangan kesehatan sosioemosional dan kestabilan dalam sebuah keluarga menjadi terganggu (Evans, 2004). Bagi orang tua, perjuangan untuk keluar dari kemiskinan menjadi harapan besar sehingga dapat terlepas dari kesulitan yang membelenggunya. Namun, kemiskinan pada akhirnya menjadi hambatan bagi mereka untuk memperoleh kesempatan meningkatkan ketrampilan kerja apalagi untuk membuka lapangan kerja sendiri yang lebih baik. Dalam kondisi tersebut orang tua miskin akan semakin kesulitan dengan makin sempitnya lapangan usaha sedangkan tuntutan kebutuhan mereka yang harus dicukupi semakin banyak. Situasi ini menjelaskan dimana dampak kemiskinan memiliki efek berkepanjangan ketika kemiskinan akan membuat individu atau keluarga mengalami kesulitan keluar dari kemiskinan yang diakibatkan oleh kemiskinan itu sendiri.

Kepala keluarga miskin yang tidak memiliki kemampuan menghadapi kemiskinan (coping with poverty) dengan baik akan menjadikan kondisi kemiskinan tersebut sebagai sumber stres dengan faktor resiko tinggi. Secara psikologis, kemiskinan dapat menimbulkan trauma emosional karena iklim kemiskinan yang penuh tekanan, menguras energi baik psikis maupun emosi (Pellino, 2005). Trauma emosional secara terus menerus menjadi pengalaman kuat yang pada akhirnya dapat menimbulkan stres dalam kehidupan atau disebut stressful life events.

Situasi yang berkekurangan dan makin kecilnya kesempatan meraih kehidupan yang lebih baik akan memudahkan munculnya kebiasaan hidup orang dewasa yang kriminil atau pola perilaku destruktif (Kartono, 2000), ketidakmampuan seorang kepala keluarga untuk melakukan adaptasi secara positif dalam menghadapi kemiskinan akan mengarahkan pada resiko kesehatan mentalnya. Namun Lopez (2009) juga mengungkapkan jika seorang kepala keluarga mampu mencapai tingkatan kehidupan dengan adaptasi normal atau positif pada situasi kehidupan yang berkekurangan maka dikatakan bahwa orang tersebut resilien. Menurut Lopez (2009) ada keterkaitan kuat antara kemampuan beradaptasi dalam situasi beresiko seperti kemiskinan, tekanan hidup (adversity), stressful life experiences dengan kesehatan mental seseorang. Dengan demikian seorang kepala keluarga dengan status sosio-ekonomi rendah dikatakan memiliki resilien tinggi bilamana ia mampu tetap bertahan atau mencapai tingkatan hidup yang lebih baik dengan adaptasi yang positif.

Bagaimana seorang kepala keluarga dapat menjadi resilien?

Menurut Benzies dan Mychasiuk (2009), resiliensi dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko dan juga faktor-faktor protektif. Dukungan sosial sebagai salah satu dari faktor-faktor protektif merupakan variabel di luar individu yang mendorong adaptasi positif atas suatu adversity (situasi yang menekan). Beberapa penelitian yang dilakukan para ilmuwan psikologi mendukung bahwa stres ekonomi memiliki hubungan negatif dengan dukungan sosial yang diberikan kepada kepala keluarga (Lepore, Evans, & Schneider, 1991; Evans, 2004). Pentingnya keluarga untuk saling mendukung satu sama lain. memberikan support yang positif akan memberikan semangat serta meningkatkan motivasi individu dalam melewati masa sulit.

Selain dukungan sosial, beberapa penelitian mengungkapkan kualitas individu sebagai faktor protektif juga sangat berpengaruh pada resiliensi (Masten & Herbers dalam Lopez,2009; Alimi, 2009; Cutuli & Masten dalam Lopez, 2009). Locus of control merupakan salah satu karakteristik kepribadian penting yang dapat menjelaskan kualitas perilaku individu. Kusumowardhani dan Ancok (2006) menjelaskan locus of control sebagai kecenderungan individu dalam mengatribusikan penyebab atau pengendali peristiwa yang terjadi dalam hidupnya apakah bersumber dari luar dirinya (external locus of control) atau dari dalam dirinya (internal locus of control).

Dari hasil penelitian, individu yang resilien adalah individu dengan internal locus of control tinggi (Luthar dkk, 2000). Seorang dengan internal locus of control cenderung memegang kendali atas tindakan-tindakannya serta membuat perubahan untuk mencapai harapan-harapannya (Lopez,2009). Berkaitan dengan kemiskinan, individu dengan internal locus of control cenderung yakin bahwa ia dapat mengendalikan situasinya melalui perilakunya sehingga ia mengerahkan dirinya lebih besar tanpa tergantung pada orang lain yang dianggap berpengaruh baginya. Individu dengan internal locus of control juga menunjukkan adaptasi yang positif dalam menyelesaikan masalah; mereka cenderung menunjukkan sikap yang optimistis walaupun berhadapan dengan masalah, berinisiatif mencari informasi untuk memastikan rencana-rencananya berkerja dengan baik, mampu bekerja sama dengan orang lain, dan mereka juga tidak mudah menyerah.

Kemiskinan dapat terjadi pada siapapun.. Miskin kasih sayang, miskin harta, miskin pengetahuan, atau miskin yang lain. Tetapi kita mampu untuk keluar dari jerat kemiskinan tersebut. Dengan keyakinan dan usaha yang keras kita pasti mampu.

Referensi :

  1. Alimi, R. M. (2005). Resiliensi remaja “High Risk” ditinjau dari faktor protektif: studi di kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta PusatTesis. Jakarta:  Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
  2. Benzies, K., & Mychasiuk, R. (2009). Fostering family resiliency: a review of the key protective factors. Child and Family social Work, 14, 103-114.
  3. Evans, G. W. (2004). The environment of childhood poverty. The American Psychological Association, 59 (2), 77-92.
  4. Lepore, S. J., Evans, G. W., & Schneider, M. L. (1991). Dynamic role of social support in link between chronic stress and psychological distress. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 899-909.
  5. Lopez, S. J. (2009). The encyyclopedia of positive psychology. Vol II. Wiley-Blackwell.
  6. Luthar, S., Cicchetti, D., & Becker, B. (2000). The Construct of Resilience: A Critical Evaluation and Guidelines for Future WorkNIH Public Access : Child Developmental.
  7. Pellino, K. M. (2005) The Effect of poverty on teaching and learning.

A. Latar Belakang Sejarah
Beberapa psikolog memiliki pandangan berbeda mengenai area yang dikaji dalam Psikologi komunitas. Hal tersebut ditunjukkan dengan perdebatan yang masih muncul apakah psikologi komunitas merupakan kesamaan dari Psikologi klinis ataukah berbeda. Ada kecenderungan kuat dari pandangan psikolog bahwa psikologi komunitas dan psikologi klinis adalah sama. Di sisi lain, beberapa psikolog menunjukkan adanya batasan-batasan yang jelas perbedaan antara dua bidang tersebut. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa psikologi komunitas merupakan kajian yang meliputi psikologi secara keseluruhan.
Pada awalnya, psikologi komunitas muncul sebagai respon dari perkembangan sosial di Amerika Serikat. Pada masa kolonial, fenomena pertumbuhan kota dan industrialisasi yang cepat memicu meningkatnya imigran yang berdatangan dari berbagai tempat. Tentunya hal ini menimbulkan masalah sosial karena semakin banyak juga variasi-variasi populasi yang muncul seperti; orang-orang yang memiliki sakit mental, fakir miskin, dan populasi lainnya yang tergolong lemah dan atau tidak memiliki kekuatan. Hingga pada perkembangannya, populasi tersebut menyatu dan berkelompok menjadi suatu komunitas.
Disinilah permasalahan yang sebenarnya bagi komunitas yang inkompeten tersebut, dimana kasus-kasus psikologis yamg mereka alami ditangani secara keliru dengan diagnosis yang salah karena ketidakmampuan secara finansial untuk memperoleh penanganan dari psikolog ahli. Melihat fenomena ini terus berkembang maka Konggres Amerika mencanangkan Gerakan Nasional Kesehatan Mental. Mulai dari sini, peran para psikolog dan institusi untuk mulai berfokus pada penanganan klinis bagi komunitas-komunitas yang tidak mampu.
Tentunya dari latar belakang yang dipaparkan di atas menunjukkan kejelasan pembedaan antara psikologi komunitas dengan psikologi klinis. Hal ini tampak dari bagaimana sikap yang muncul dimana psikologi komunitas merupakan tindakan proaktif untuk mengantisipasi resiko permasalahan yang lebih besar serta meningkatkan kesehatan mental dalam suatu komunitas, sedangakan psikologi klinis cenderung reaktif karena akan memberikan perlakuan (treatments) setelah adanya kasus klinis yang muncul.

B. Filosofi dan Pencapaian dari Psikologi Komunitas
Psikologi Komunitas cukup populer dengan definisi sebagai ilmu yang mempelajari efek-efek sosial dan faktor-faktor lingkungan terhadap perilaku yang terjadi pada individu, kelompok, organisasi, dan tingkatan sosial yang lain (Heller et .al., 1984, p.18). Definisi tersebut mengungkapkan bahwa fokus psikologi komunitas adalah isu-isu sosial, institusi-institusi sosial, dan setting lain yang mempebgaruhi kelompok-kelompok dan oraganisasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan serta mengoptimalkan kesejahteraan (well-being) dari komunitas dan individu dengan penanganan alternatif yang inovatif dengan berkolaborasi bersama anggota komunitas serta disiplin ilmu yang terkait baik di dalam maupun di luar psikologi.

Pencegahan lebih baik daripada penanganan
Psikologi komunitas bercirikan adanya upaya untuk mencegah munculnya permasalahan klinis pada tingakatan sosial yang ada. Hal ini juga berarti intervensi psikologi sosial pada berkembangnya permasalahan sosial. Ada pembagian diantara tingkatan dari intervensi pencegahan, yaitu: Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder, dan pencegahan tertier. Pencegahan primer merupakan usaha mencegah suatu masalah yang terjadi secara umum dan bersama-sama atau permasalahan muncul paling awal pada situasi yang memungkinkan terjadi. Cowen berargumen ada kriteria yang harus diikuti dalam pencegahan pimer ini:
a. Program harus beroientasi pada massa atau kelompok
b. Harus dilakukan sebelum maladjustment
c. Merupakan tindakan sengaja sebagai fokus pada kekuatan penyesuaian
Sedangkan Pencegahan Sekunder merupakan usaha untuk mengatasi masalah pada situasi mungkin muncul untuk pertama kalinya sebelum hal ini menjadi semakin parah. Pencegahan Tertier merupakan usaha untuk mengurangi kuatnya masalah yang sekali muncul dari suatu kejadian yang terus menerus.

Penekanan pada kekuatan dan kompetensi

Konsep dari kompetensi dimunculkan oleh psikolog komunitas mula-mula. Pertama, ini berkaitan dengan setting ekologis, atau lingkungan dan implikasi-implikasinya untuk mengoptimalkan kompetensi individu dalam komunitas. Kedua, kompetensi dikaitkan dengan konsep pencegahan. Jika seseorang makin kuat di awal kehidupan individu atau kelompok maka permasalahan dapat dihindari lebih mudah.

Pentingnya Perspektif Ekologis

Perspektif ekologis memiliki arti suatu tes dari hubungan diantara orang-orang dan lingkungan mereka (sosial maupun fisik) dan membangun suatu kecocokan yang optimal diantara setting lingkungan dengan orang-orang didalamnya.
Menghargai Perbedaan
Dalam psikologi komunitas ada penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Setiap orang memiliki hak untuk berbeda dan perbedaan tersebut bukan berarti menunjukkan posisi yang lemah (inferior). Bilamana perbedaan ini ditangkap sebagai suatu fakta yang tidak pernah lepas dari bagian hidup maka akan ada usaha mengenai kesamaan bagi semua perbedaan-perbedaan yang ada. Dari keyakinan mengenai perbedaan ini pula muncul suatu pengenalan dan pemahaman mengenai perbedaan gaya hidup, pandangan dunia, tatanan sosial yang bukan pokok utama dari kehidupan sosial tetapi dapat diterima sebagai bagian dari karakteristik sosial kita yang berbeda.
Kekuasaan (empowerment)
Zimmerman menjelaskan empowerment sebagai suatu konstruk yang menghubungkan kekuatan individu dan kompetensi-kompetensi, sistem bantuan yang alami, dan perilaku proaktif terhadapa kebijakan serta perubahan sosial. Teori Empowerment, penelitian, serta intervensi menghubungkan kesejahteraan individu dengan sosial yang lebih besar dan lingkungan politik.
Pilihan-pilihan diantara alternatif
Aspek penting dalam pilihan-pilhan adalah ketersediaan dan aksesbilitas dari pilihan-pilhan mengenai alternatif-alternatif bagi orang-orang untuk komunitas yang cocok baginya. Poin ini menekankan adanya keunikan dari setiap individu yang memerlukan komunitas yang sesuai dan tepat bagi dia.
Perubahan Sosial
Dengan dukungan penelitaian yang kuat maka salah satu sasaran yang ingin dicapai dari psikologi komunitas adalah untuk memdorong adanya perubahan sosial. Perencanaan mengenai perbahan sosial merupakan bagian penting dalam psikologi komunitas. Perubahan sosial ini dapat terjadi dengan direncanakan (planned social change) maupun tanpa ada perencanaan terlebih dahulu (unplanned social change). Dalam perubahan sosial yang terencana sangat memungkinkan pencapaian benar-benar sesuai dengan yang ditargetkan. Bukan hanya itu, dalam psikologi komunitas ini perubahan yang direncanakan pun seringkali menjadi sangat inovatif.
Kolaborasi dengan dan integrasi  dengan disiplin ilmu lainnya
Menciptakan perubahan sosial merupakan tugas yang monumental. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lainnya berarti memberikan hasil perubahan yang lebih baik dan lebih masuk akal.

Sensitivitas Komunitas
Sensitivitas pada komunitas juga merupakan satu dari konsep yang terpenting dalam psikologi komunitas. Bilamana lingkungan dan individu menjadi sangat cocok – dapat menciptakan komunitas yng lebih baik dengan sebuah semangat dan perasaan ke-kita-an. Ada empat elemen yang perlu dipikirkan secara matang yaitu: keanggotaan (membership), pengaruh, itnegrasi, dan perasaan emosi yang terkoneksi satu sama lain.

C.Perkembangan Psikologi Komunitas Saat Ini
Sudah seharusnya perkembangan psikologi komunitas dapat dinikmati bagian yang dikaji didalamnya. Untungnya, melalui berbagai penelitian mengenai psikologi komunitas memberikan sumbangsih signifikan dalam perkembangan dan perubahan sosial dalam komunitas itu sendiri. Sasaran untuk mencapai kesejahteraan menjadi lebih masuk akal dan dapat diusahakan sehingga dapat optimal. Ada berbagai saran melalui penelitian yang terus berkembang mengenai psikologi komunitas hingga saat ini yang juga berubah dari penelitian eksperimen menjadi studi korelasi.

referensi:
Karen G. Duffy & Frank Y. Young. Community Psychology.

“Dalam kisah Homer, The Odyssey, Mentor digambarkan sebagai seorang yang bijak, berpengetahuan luas, bersikap dewasa. Tugas dia adalah penasihat dan konsultan khusus bagi Odysseus dalam menghadapi masalah-masalah penting. Odysseus sangat terbantu atas peran Mentor sehingga mempercayakan pendidikan anaknya kepada Mentor.”

Kini “mentor” menjadi istilah yang lazim untuk menunjukkan peran seseorang yang menjadi pendamping ataupun cerminan bagi protégé (dari kata Prancis yang berarti “yang dilindungi”). Umumnya mentor adalah seorang yang mempunyai banyak pengetahuan dan juga pengalaman yang berkomitmen untuk mendukung orang yang kurang berpengalaman.
Walaupun biasanya mentor adalah seorang yang derajatnya lebih tinggi daripada protégé, namun bukan berarti seorang yang lebih muda atau dengan status yang lebih rendah tidak bisa menjadi mentor. Selama Anda lebih bijak dan lebih berpengalaman ketimbang rekan Anda dalam aspek tertentu, maka Anda bisa menjadi mentor.

Sebenarnya apa yang dilakukan oleh mentor?
Aktivitas mentor dapat dibagi menjadi dua fungsi utama: pertama, mentor memberi bantuan untuk pengembangan diri protégé dan yang kedua mentor melakukan peran emosional dan sosial dengan menjadi rekan dekat yang dapat dipercaya oleh protégé.
Fungsi yang pertama berarti bahwa mentor sebagai pembimbing yang memberi dorongan motivasi, arahan dan pertimbangan serta menjadi inspirator bagi protégé. Melalui fungsi ini protégé diharapkan mendapat pengetahuan yang tepat sehingga dengan demikian dapat melakukan penyesuaian diri serta mampu menjalankan peran serta tanggungjawabnya sebagai seorang yang matang dan dewasa. Bantuan yang dimaksudkan lebih kepada upaya mentor memperluas wawasan berpikir dan mengarahkan protégé bagaimana mengoptimalkan kinerjanya sesuai potensi yang dimiliki. Artinya ketika keberadaan mentor mampu membuat life skill protégé berkembang, ketika potensi yang dimiliki menjadi optimal dan protégé melakukan penyesuaian diri yang maksimal sesuai perannya maka mentoring sudah berjalan semestinya. Sebaliknya bila ketergantungan menjadi lebih tinggi, penyesuaian diri tidak sesuai dengan peran yang dimiliki protégé maka ada yang keliru bagaimana mentoring sudah dilakukan. Perlu diingat bahwa, seorang mentor tidak memberikan ikan bagi protégé tetapi ia mengajarkan bagaimana membuat kail dan memancing ikan dengan tepat.
Sebuah survei terhadap perusahaan-perusahaan besar menemukan bahwa 96% eksekutif berpendapat bahwa mentoring sebagai metode pengembangan yang penting, kemudian 75% kelompok mengatakan bahwa mentoring adalah kunci utama bagi kebehasilan. Gannet News Service, sebuah survei terhadap eksekutif minoritas yang sukses menunjukkan bahwa 48% dari responden mengatakan mereka memiliki model peran yang membimbing mereka untuk menaikkan karier. Temuan lain menunjukkan bahwa minoritas yang mempunyai manajer dan rekan kerja yang suportif mencapai kemajuan karier lebih cepat ketimbang mereka yang tidak punya. Sekali lagi keberhasilan mentoring tergantung bagaimana anda menempatkan relasi Anda sebagai mentor dengan protégé.

Berikut ini adalah cara-cara spesifik dmana mentor dapat membantu orang lain memajukan kariernya.
Mempelajari segala sesuatu.
Fungsi umum mentor adalah membantu protégé bagaimana mempelajari sesuatu hal. Sebagai contoh, dalam perkuliahan mentor akan mengatakan, “Jangan menunggu dosen mengumumkan kapan tes mata kuliah, baru Anda berpikir kapan akan belajar”. Dalam sebuah perusahaan mentor akan mengatakan, “Tekankan seberapa banyak uang perusahaan akan dihemat melalui Program Anda. Ini penting karena perusahaan punya sejarah penekanan pada penghematan biaya.” Dalam kehidupan, seorang mentor akan mengatakan, “Pikirkan baik-baik apa yang kamu ingin orang katakan mengenai dirimu di akhir hidupmu nantinya, maka bertindaklah sebagaimana keinginanmu mulai hari ini”.
Nasihat perencanaan karier.
Peran alamiah seorang mentor adalah memberikan nasihat. Nasehat ini bersifat supportif yang tulus dari seorang mentor. Nasehat yang tulus karena kepedulian yang tinggi bagi protégé memiliki kekuatan yang menginspirasi dan menggugah bagi orang yang mendengarnya. Nasehat keluar seharusnya bukan karena ingin menunjukkan kepandaian atau kehebatan mentor, tetapi dari sebuah kerinduan untuk membantu orang lain.
Membantu pemecahan masalah.
Mentor membantu protégé-nya untuk memecahkan masalah mereka sendiri. Mentor dapat membantu protégé dengan menunjukkan bagaimana menemukan solusinya sendiri. Perlu dipahami batasan yang jelas antara membantu dan mendewasakan protégé. Membantu bukan berarti melupakan tujuan utama mentoring yaitu meningkatkan life skills protégé, dan mendewasakan juga bukan berarti mengabaikan untuk memahami sejauh mana kondisi dan kemampuan protégé apa yang sudah dikuasainya dengan baik. Tentunya bantuan ini diberikan oleh mentor yang sudah memiliki pengalaman dan lebih baik lagi bila ia memiliki rekaman keberhasilan dalam karier atau perjalanan hidupnya. Sangat tidak mungkin seorang menjadi pemandu bagi sekelompok pecinta alam yang akan mendaki gunung bilamana dia sendiri belum mengenal kondisi gunung yang dimaksud apalagi sama sekali belum pernah melakukan perjalanan mendaki gunung.
Tugas yang menantang.
Kadangkala cara pengembangan yang jitu juga dengan memberikan tugas yang menantang. Umumnya bagi seorang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi sangat mengharapkan dapat menjumpai situasi-situasi menantang bahkan cenderung menjadi malas bila mengerjakan sesuatu yang menurutnya sepele atau tidak memberikan kepuasan bagi dirinya. Tugas-tugas yang menguras pikiran atau menuntut keahlian dengan resiko tinggi seringkali menjadi aktivitas sangat menarik dan pencapaian dari tugas itu akan benar-benar memberikan kepuasan yang bisa jadi membuatnya akan terus mencoba. Di sisi lain, mentor dapat membantu kemajuan meningkatkan life skills protégé dengan memberi tugas yang bisa membuat keahliannya bertambah. Pandangan mengenai tugas sulit yang biasanya dianggap sebagai masalah hidup yang membosankan harus diganti sebagai tantangan untuk setingkat ke level atas.
Sponsorhip.
Seorang mentor biasanya mencalonkan protégé terbaiknya untuk dipromosikan atau dinaikkan kedudukannya. Dukungan (sponsorship) ini sangat penting untuk kemajuan protégé. Memang bisa jadi muncul ketakutan mentor bahwa protégé suatu saat akan menjadi lebih baik darinya. Tetapi sekali lagi, mentoring harus lahir dari ketulusan dan kepedulian yang tinggi untuk membantu orang lain – sekalipun harus menjadi lebih baik darinya.
Coaching.
Asal mula coaching adalah olah raga. Timothy Gallwey, seorang pakar tenis dan ahli pendidikan Harvard, menjelaskan esensi dari coaching dimana coaching membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja mereka sendiri. Coaching membantu seseorang untuk belajar, bukannya mau mengajar mereka. Seorang mentor memberi nasihat di lapangan kepada protégé untuk membantunya meningkatkan keahlian. Melatih tidak bisa dilepaskan dari proses mentoring karena sebagaimana seorang pelatih sepakbola tidak bisa hanya memberitahu atletnya bagaimana menendang bola, tetapi ia harus meminta atlet tersebut mencoba dan mengawasinya menendang bola kemudian mengoreksinya sampai atlet itu bisa menendang bola dengan benar. Itulah melatih. Itulah mengapa sulit bagi seseorang untuk menjadi mentor yang efektif kecuali dia bisa melatih dengan baik.

Masih banyak hal penting lainnya yang dapat dilakukan mentor dalam memberi bantuan untuk pengembangan diri Protégé-nya. Untuk menjadi seorang mentor, mulailah dengan menawarkan bantuan dengan tulus.

Andrew J DuBrin, seorang profesor yang mendapat gelar doktor di bidang psikologi industri dari Michigan State University, menuliskan dalam bukunya The Complete Ideal’s Guide: Leadership “bahwa akan menghemat waktu jika pemimpin ikut serta menyelesaikan persoalan bagi protege, namun sebenarnya orang akan berkembang lebih cepat jika mereka didorong untuk memecahkan sendiri persoalannya. Mentor masih bisa memberi petunjuk penting dalam proses pemecahan masalah. Hal baik yang bisa diberikan kepada protege adalah membantunya untuk mengembangkan rasa percaya diri dan keahlian yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah secara mandiri”.

Fungsi kedua yang juga penting adalah melakukan peran emosional dan sosial dengan menjadi rekan dekat yang dapat dipercaya protégé. Fungsi ini juga bisa sebagai penopang kerekatan dan kelangsungan hubungan Mentor – protégé. Dalam memberikan dukungan emosional mentor dapat berperan sebagai sahabat ataupun senior yang dipercaya oleh protégé. Mentor adalah seorang yang diharapkan dapat memberikan dukungan emosional bagi protégé dimasa sulit terlebih dalam memahami situasi protégé saat orang lain belum tentu menerima atau memahami kondisinya. Secara alami hubungan mentor –protégé terjadi begitu saja karena faktor kecocokan. Namun dalam institusi, hubungan ini terbentuk karena sudah ditetapkan contoh: pendamping (panitia OMB) – mahasiswa baru; manajer – bawahan. Untuk hubungan yang ditetapkan biasanya keeratan hubungannya cenderung lebih lemah, tergantung dari kecocokan mentor – protégé. Dan sebagaimana hubungan persahabatan pada umumnya, hubungan mentor –protégé bisa merenggang atau bahkan rusak.

Berikut adalah bagian-bagian yang dapat membentuk kualitas hubungan emosional mentor – protégé.
Persahabatan.
Seorang mentor seharusnya adalah kawan yang terpercaya dimana persahabatan yang dibentuk bersifat dua arah. Kecenderungan hubungan mentor – protégé yang ditentukan biasanya akan mengalami kesulitan dalam hal ini. Mentor memiliki beban psikologis sebagai posisi “pemberi” dan sebaliknya protégé berada dalam situasi “penerima’. Sebagai hubungan yang ditentukan, hal ini menyebabkan kekakuan dan keengganan bagi salah satu pihak apabila proses membangun persahabatannya tidak cocok. Yang saya alami, persahabatan yang baik muncul karena dibangun melalui perhatian yang tulus namun tidak boleh berlebihan.
Model Peran (Role Model).
Tidak kalah pentingnya, seorang mentor seharusnya menjadi role model yang baik bagi protégé. Biasanya proses modelling akan lancar bilamana protégé mempercayai mentor sebagai sosok yang diharapkan mampu menjadi contoh dalam pengembangan dirinya. Selanjutnya, proses pembelajaran protégé dari role model-nya dapat ditransferkan sejauh mana keterlibatan protégé bersama mentor. Dalam hal ini, kualitas seorang mentor harus dapat dilihat secara jelas oleh protégé. Pesan-pesan atau pola tindakan yang ingin ditanamkan harus dapat ditangkap protégé dan sebaiknya ditunjukkan berulang-ulang (akan lebih baik bila Protégé banyak terlibat dan melihat bagaimana dan apa yang dikerjakan mentor).
Penerimaan (acceptance).
Setiap orang selalu ingin merasa diterima keberadaannya apapun kondisinya. Tidak jarang sebenarnya seorang menyadari kekurangan atau kesalahan yang pernah dilakukannya, ia merasa tidak perlu dinasehati atau diberikan arahan. Ia hanya merasa perlu diterima dengan segala kekurangannya. Jikalau seorang mentor berpikir dalam kondisi tertentu ia tidak dapat membantu protégé-nya, ia dapat membantu hanya dengan memberi dukungan dan dorongan.

Akhir kata dari saya, apakah mentor adalah sosok yang penting? Saya hanya ingin mengatakan, bahwa apa yang telah saya capai hingga sekarang ini tidak lepas dari buah kerja keras mami, pemimpin rohani, kakak-kakak, juga dosen-dosen saya. Mereka adalah mentor-mentor saya. Kesuksesan mereka adalah ketika mereka membentuk penerus mereka. Hal ini sebagaimana yang dikatakan salah seorang guru saya, “There’s no success without successor” yang dalam bahasa saya, Anda tidak dapat dibilang sukses ketika Anda tidak bisa membentuk penerus Anda sebagaimana Anda. 🙂

Referensi:
DuBrin, Andrew J. The Complete IDEAL’S Guides: Leadership. PRENADA MEDIA. 2005
Warren, R. The Purpose Driven Life. Penerbit Gandum Mas. 2006
Whitmore, J. Coaching for Performance. PT Bhuana Ilmu Populer. 2006

lets play this creativity game

Posted: Desember 12, 2010 in Psikologi

In this work, you need to be push a part of  ur cognitive aspect; i.e how to be analyze and synthesis the problem you will find in this task. Analyzing and Synthesis are two of  five levels Intelectual Aspects from Taxonomy Bloom. I will make a paper for you abou that. First, enjoy this game bro..

1. games-problem solving

2. Mari berpikir analisis dan sintesis